Keluarga Harus Lebih Sadar Stunting, Ini Alasannya
dari : cirebonraya.pikiran-rakyat.com
Ketua Tim Penggerak PKK Jawa Barat Atalia Praratya Ridwan Kamil mengaskan, langkah pertama menangani persoalan stunting adalah menumbuhkan kesadaran di keluarga dan masyarakat tentang pentingnya pencegahan stunting.
“Penanganan stunting harus dimulai dari hulu ke hilir, edukasi masyarakat tentang pola asuh anak dan remaja serta menguatkan ketahanan keluarga dan edukasi orang tua untuk melakukan pengasuhan terbaik,” kata Atalia dalam webinar seri kedua dalam rangka peringatan Hari Keluarga Nasional (Harganas) 2021 yang dihelat Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Jawa Barat pada Rabu, 7 Juli 2021.
Webminar menghadirkan sejumlah nara sumber, selain Ketua Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (PKK) Jawa Barat Atalia Praratya Ridwan Kamil, hadir pula di antaranya Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Barat Wahidin, Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Jawa Barat Siska Gerfianti, Ketua Pengurus Daerah Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Jawa Barat Eva Rianti yang dipandu Sekretaris Ikatan Penulis Keluarga Berencana (IPKB) Jawa Barat Najip Hendra SP.
Menurut Atalia, harus ada kolaborasi dan tidak saling menyalahkan antarpihak terkait penanganan stunting. Dalam hal ini, PKK memiliki kader yang paling banyak di lapangan. Punya 1,5 juta kader di Jawa Barat yang siap membantu percepatan penurunan stunting.
“Saya berharap pertemuan ini menghasilkan langkah-langah nyata yang dapat diaktualisasikan di lapangan,” tegas Atalia langsung dari Gedung Pakuan di Jalan Otto Iskandardinata Nomor 1 Kota Bandung.
Di sisi lain, Bunda Generasi Berencana (Genre) Jawa Barat ini mengingatkan, kondisi pandemi Covid-19 menjadi tantangan luar biasa untuk petugas lapangan. Ini turut berpengaruh dalam upaya-upaya penanganan stunting. Karena itu, harus ada upaya terobosan dan inovasi supaya masyarakat dapat tertangani dalam hal pemenuhan keperluan kesehatan keluarga.
Atalia berharap ada hasil berupa kesepakatan bersama terkait tugas masing-masing bidang sehingga dalam pelaksanaannya dapat dilakukan secara kolaboratif dan tidak tumpeng tindih antarbidang atau antarlembaga. Tentu, peran PKK di level provinsi adalah lebih banyak mendorong peran aktif kabupaten/kota.
Sementara itu, Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Barat Wahidin memaparkan, setelah ditunjuk Presiden Joko Widodo untuk menjadi Ketua Pelaksana Percepatan Penanganan Sunting mulai memetakan sasaran secara cermat. Sasaran itu meliputi calon pengantin atau calon pasangan usia subur (PUS), PUS dengan usia isteri < 20 tahun, ibu hamil, ibu menyusui, unmet need terhadap pelayanan keluarga berencana (KB), anak berusia 0-59 bulan, PUS dengan status miskin dan penyandang masalah kesejahteraan sosial, dan remaja.
Menurut Wahidin, sebagai konduktor baru, tentu BKKBN berupaya menyelaraskan seluruh proses yang sudah berlangsung. Bukan mengganti atau mengubah total. Ini dilakukan karena setelah memperhatikan data, pihaknya menemukan dua di antara faktor risiko stunting yang dapat dicegah dan dampaknya sangat besar.
“Selama ini, 32 persen kasus stunting terjadi karena pernikahan anak usia 16-18 tahun. Kemudian, 32 persen kasus stunting terjadi karena anemia. Dua penyebab ini bisa diintervensi sejak awal, dari hulu,” tandas Wahidin.
Doktor ilmu manajemen sumber daya manusia ini berpendapat, pendekatan hulu yang menjadi tawaran BKKBN tersebut sudah sangat selaras dengan agenda Jawa Barat untuk mencapai zero new stunting pada 2023 mendatang.
“Alasannya, stunting baru bisa dicegah dengan cara menyiapkan calon keluarga secara tepat. Keluarga diajak sadar stunting sejak dini. Dalam hal ini termasuk remaja yang nota bene bakal menjadi keluarga-keluarga baru,” terangnya.***