Brand Image UPPKA dalam Pasar Milenial

Oleh :

Anita Latifah, S.Si, SH, MH; Penyuluh KB Ahli Madya

Pada tahun 2022 ini, kita telah merasakan disrupsi dimana-mana. Gelombang revolusi industri 4.0 jelas telah membawa perubahan fundamental dalam  kehidupan global, dengan ditandai berkembangnya kreativitas dan inovasi melalui pemanfaatan teknologi informasi termasuk dalam persaingan di bidang ekonomi. Perubahan yang sangat cepat terjadi akibat adanya artificial intelligence, internet of things, human-machine interface serta merebaknya fenomena sharing economy sehingga menyebabkan kreativitas dan inovasi menjadi bagian penting dalam memenangkan persaingan ekonomi global.

Meminjam kalimat dari Rhenald Kasali dalam bukunya Disruption, bahwa kita semua tengah menghadapi persoalan yang sama yaitu terbelenggu oleh pola pikir lama sehingga sulit menerima fakta-fakta dan cara-cara baru. Yang kita perlukan saat ini adalah strategi membaca where we are dan where we are going to. Sebagai salahsatu isu strategis dalam pilihan strategi pemenangan persaingan global yaitu melalui ekonomi kreatif.. Melalui inovasi dan kreativitas yang dilakukan terus menerus, terjadi peningkatan nilai tambah ekonomi melalui kapitalisasi ide kreatif.

Ekonomi Kreatif mulai dikenal secara luas dari buku John Howkins “The Creative Economy : How People Make Money from Ideas”. Istilah ekonomi kreatif dimunculkan ketika Howkins melihat adanya gelombang ekonomi baru di Amerika Serikat dengan bercirikan aktivitas ekonomi berbasis ide, gagasan dan kreativitas. Howkins telah mengasumsikan bahwa munculnya gelombang ekonomi baru di Amerika Serikat tidak tanpa dasar. Tahun 1997, perekonomian di Amerika Serikat telah meraup sekitar USD 414 Milyar dari produk barang jasa berbasis kreativitas. Menurut Howkins, ekonomi kreatif adalah “The creation of value as a result of idea”. Sehingga karakter ekonominya dicirikan dari aktivitas ekonomi yang bertumpu pada eksplorasi ide-ide kreatif yang memiliki nilai jual tinggi.

Dalam buku “Higher Education and the Creative Economy” Roberta Comunian dan Abigail Gilmore mendefinisikan ekonomi kreatif adalah konsep ekonomi baru yang mengintensifkan informasi dan kreativitas dengan mengandalkan ide dan pengetahuan sebagai faktor produksi yang utama.

Ekonomi kreatif terdiri dari 16 sektor yaitu antara lain fesyen, seni, kuliner, desain produk, game online, film, animasi dan lain-lain, sehingga dari berbagai sektor ini, pemegang kunci keberhasilannya adalah Sumber Daya Manusia yang mumpuni. Jika kita merujuk pada generasi yang akan menguasai pergerakan ekonomi, terutama sektor ekonomi kreatif, akan diisi oleh generasi muda terutama generasi millenial dan zillenial. Jumlah konsumen aktif di Indonesia pada tahun 2018 memiliki kurang lebih 45 juta dan terus bertambah dengan probabilitas menjadi 135 juta pada tahun 2030. Populasi anak muda lebih cepat bertumbuh di wilayah urban.

Dalam hubungannya dengan brand dari sebuah barang atau jasa, Survei global yang dilakukan oleh Daymon Worldwide  menunjukan bahwa hanya 29% millenial yang biasanya  membeli brand yang sama. Angka ini lebih rendah daripada Gen-X sebesar 35%. Survei itu juga menyimpulkan millenial adalah generasi yang tidak loyal terhadap brand. Baby boomers (lahir tahun 1946-1964) dikenal sebagai generasi yang paling loyal terhadap brand. Sementara dalam survei yang lain dinyatakan bahwa 51% millenial tidak memiliki preferensi yang jelas antara private label dan brand yang sudah ternama, artinya bagi generasi millenial private label dan brand ternama hanya berbeda tipis. Sehingga dalam informasi yang sangat cepat dan mudah mengenai produk, millenial memiliki value driven daripada brand driven. Ini merupakan sebuah peluang besar bagi para pelaku ekonomi kreatif untuk mencuri pangsa pasar brand ternama dengan menciptakan value baru yang lebih inovatif dan unik.


Bagaimana Strategi UPPKA dalam Era Disrupsi

Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Akseptor atau disingkat UPPKA merupakan sebuah program dari BKKBN dalam upaya peningkatan kesejahteraaan ekonomi skala mikro. Sasaran dari Program ini yaitu keluarga-keluarga strata ekonomi menengah ke bawah sehingga dapat meningkatkan income per capita.

Jika ditanyakan pada petugas lini lapangan berapa jumlah UPPKA yang aktif, jawabannya akan sangat beragam. Tidak bisa dinafikan ada lebih banyak yang mati suri daripada yang aktif, dikarenakan banyak faktor. Kolaborasi BKKBN bersama beberapa market place untuk meningkatkan daya jual UPPKA perlu diacungi jempol. Akan tetapi dikarenakan ini bukan program prioritas, maka Program UPPKA tidak bisa berdiri sendiri. Merujuk dari Brigita Purnawati Ketua Kompartemen Vokasi Bidang 9 BPP HIPMI dalam paparannya tentang Kebangkitan Usaha Mikro Transformasi Ekonomi Keluarga  ada tiga kunci usaha mikro :

  1. Cepat berinovasi : Usaha kecil dan menengah memiliki kesempatan untuk mengeksekusi ide-ide baru dan unik. Sistem operasional bisnisnya tidak serumit perusahaan besar. Dengan ide yang segar, pelaku bisnis lebih mudah masuk ke target pasar dan dapat menarik minat calon konsumen,

  2. Fokus pada satu bidang : Keunggulan lainnya adalah lebih fokus pada bidang yang sedang digeluti atau dipahami.

  3. Mudah dimulai : Salah satu kelemahan usaha berskala besar adalah membutuhkan modal besar. Namun, usaha kecil dan menengah, terutama mikro tidak demikian. Dengan modal seadanya, sudah bisa dimulai.

Dinamisasi program UPPKA pun terjadi pada tahun 2020, ketika keterbatasan permodalan dan kewenangan, menjadikan tujuan UPPKA lebih terfokus pada pelestarian kesertaan KB serta kemudahan melakukan pemantauan lapangan. Harapannya adalah Kelompok kegiatan UPPKA dapat naik, tidak hanya sekedar usaha mikro tetapi juga menjadi kelompok usaha menengah lalu besar.

Pendidikan menjadi salahsatu upaya pengembangan ekosistem yang mendukung bagi peningkatan kualitas kaum millenial dalam menghasilkan ide-ide yang diwujudkan melalui proses kreatif dan inovatif, memasifkan penyebaran semangat entrepreneur di kalangan generasi muda melalui berbagai forum diskusi, sharing session atau best practice baik itu dalam konsep offline class atau online class, sesuai dengan perkembangan zaman saat ini. Sehingga perubahan mindset pengembangan kelompok UPPKA tidak hanya berdasarkan pada strategi marketing melalui market place berbasis digital tetapi juga bagaimana meningkatkan brand image di kalangan generasi milenial yang tidah saja memanfaatkan produk lokal tetapi juga memberikan sentuhan value unik yang diterima pasar milenial.


Referensi :

https://www.setneg.go.id/baca/index/ekonomi_kreatif_masa_depan_indonesia

Millenials kill everything, Yuswohady dkk, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2019.

Pedoman UPPKA

Disruption. Renald Kasali. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 2018.