Survei Kepuasan Pelayanan KB Di Kabupaten Bogor

Oleh :

Khairunnas, S.HI., MM; PKB Ahli Muda BKKBN Jawa Barat
Latar Belakang Masalah

Kependudukan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari ilmu demografi. Secara umum, demografi dapat diartikan sebagai tulisan-tulisan atau karangan-karangan mengenai penduduk. Kependudukan merupakan ilmu yang sangat kompleks, karena di dalamnya tidak sekedar angka kuantitatif tetapi juga secara kualitatif yang mempelajari fenomena kependudukan yang terjadi di tengah masyarakat. Dinamika kependudukan yang sangat cepat terjadi merupakan dampak dari fertilitas, mortalitas, dan migrasi yang tidak terlepas dari pengaruh lingkungan sosial masyarakat.

Perkembangan pembangunan di Indonesia selalu tidak lepas dari masalah kependudukan dengan segala persoalannya. Pembangunan perlu memperhitungkan faktor kependudukan yang merupakan sasaran utamanya. Pemerintah dalam melakukan upaya perluasan lapangan kerja, pendidikan, kesehatan, penyediaan pangan dan kebutuhan pokok lainnya senantiasa berdasarkan fenomena kependudukan yang dihadapi.

Pengetahuan tentang perkembangan kependudukan di Indonesia merupakan dasar terpenting dari perencanaan pembangunan. Penduduk sebagai sasaran pembangunan yang setiap waktu terus berkembang pesat dengan segala aspeknya harus menjadi perhatian pemerintah, agar hasil pembangunan merata dan adil sampai kepada seluruh masyarakat. Oleh karena itu, pemerintah perlu menyeimbangkan antara kedua faktor tersebut, yaitu jumlah penduduk dan hasil dari pembangunan.

Penduduk yang diterjemahkan sebagai kumpulan manusia yang menempati wilayah geografi dan ruang tertentu, telah dipahami sebagai bagian terpenting dari pembangunan. Selain sebagai pelaku pembangunan, penduduk juga sebagai sasaran dari hasil pembangunan itu sendiri. Sebagai pelaku pembangunan, penduduk mestinya berada dalam kondisi ideal baik kuantitas maupun kualitasnya. Sedangkan sebagai sasaran pembangunan, penduduk mesti diarahkan pada kondisi terkendali dalam aspek kuantitas dan meningkat dalam aspek kualitas maupun kesejahteraannya. Kuantitas penduduk sendiri menyangkut jumlah, struktur dan persebarannya, sementara kualitas penduduk berkaitan dengan tingkat pendidikan, kesehatan, ekonomi serta sosial dan budaya.

Dalam Undang-undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga disebutkan, “keberhasilan mewujudkan pertumbuhan penduduk yang seimbang dalam meningkatkan kualitas penduduk akan memperbaiki segala aspek dan dimensi pembangunan kehidupan masyarakat untuk lebih maju, mandiri, dan dapat berdampingan dengan bangsa lain serta terwujudnya pembangunan berkelanjutan”. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) sebagai lembaga negara yang diberikan kewenangan untuk mengelola program di bidang kependudukan harus mampu mengatasi berbagai masalah di bidang kependudukan agar masyarakat jadi mandiri melalui program Keluarga Berencana (KB), yang merupakan bagian dari program Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga (KKBPK) atau yang sekarang disebut dengan Bangga Kencana (Pembangunan Keluarga dan Keluarga Berencana).

Program Keluarga Berencana merupakan salah satu upaya pengendalian pertumbuhan penduduk. Program Keluarga Berencana yang berkualitas dapat mewujudkan keluarga yang sejahtera, sehat, mandiri, maju, mempunyai jumlah anak yang ideal, bertanggung jawab, memiliki wawasan ke masa depan, harmonis dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Untuk meningkatkan kualitas program Keluarga Berencana, paradigma baru yang dibangun oleh BKKBN adalah pelayanan KB yang menekankan upaya untuk menghormati hak-hak reproduksi dalam meningkatkan kualitas kehidupan keluarga (BKKBN, 2011).

Program Keluarga Berencana adalah salah satu Program Sosial Dasar yang penting bagi kemajuan sebuah daerah. Program ini memberikan kontribusi yang besar bagi pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) di masa sekarang dan masa mendatang. Dalam sepuluh tahun terakhir ini telah banyak usaha yang dilakukan untuk dapat menyelaraskan antara Program Keluarga Berencana dengan Kesehatan Reproduksi sesuai dengan tuntutan masyarakat dan perkembangan zaman. Pelaksanaan pelayanan Keluarga Berencana yang berkualitas dilandasi oleh Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga. Sejalan dengan hal tersebut, kebijakan pelayanan Keluarga Berencana tidak hanya berorientasi pada angka kelahiran tetapi juga terfokus pada upaya-upaya pemenuhan permintaan kualitas pelayanan.

Saat ini, tantangan terbesar dalam upaya penggalakkan kembali program Keluarga Berencana adalah tingkat kesadaran masyarakat yang masih rendah. Padahal program Keluarga Berencana di Indonesia sudah dilaksanakan sejak tahun 1970 dengan dibentuknya Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Oleh karena itu, perlu upaya serius dari seluruh pemangku kebijakan untuk menggalakkan kembali program Keluarga Berencana.

Pembangunan di suatu daerah akan berhasil apabila penduduk sebagai modal dasar pembangunan kondisinya kondusif, tidak hanya dari sisi jumlahnya yang mencukupi, struktur dan persebarannya yang menguntungkan, tetapi juga kualitasnya harus memadai. Jumlah penduduk yang besar namun kualitasnya rendah tidak akan dapat memberi dukungan positif pada pembangunan, bahkan yang terjadi justru akan menjadi beban bagi pembangunan. Bahkan, mungkin saja hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai akan sirna begitu saja apabila jumlah penduduk yang besar dan tidak berkualitas itu juga diiringi dengan pertumbuhan penduduk yang tinggi. Oleh karena itu, pemerintah harus menciptakan kondisi yang ideal untuk mendukung pembangunan dengan mengendalikan laju pertumbuhan penduduk agar sesuai dengan daya dukung alam dan lingkungannya, serta diikuti dengan tingginya kualitas sumber daya manusia yang mendiami daerah tersebut.

Kabupaten Bogor, sebagai daerah sub urban penyangga kota mentropolis Jakarta menghadapi dinamika kependudukan yang sangat dinamis. Di kabupaten yang terkenal dengan kawasan wisatanya ini, sudah sejak lama menjadi tujuan masyarakat dari berbagai daerah untuk mengadu nasib. Berbagai pusat pertumbuhan ekonomi, seperti industri dan pusat perdagangan menjadi daya tarik bagi masyarakat untuk menetap di Kabupaten Bogor. Kondisi tersebut tak pelak membuat Kabupaten Bogor memiliki angka pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi. Tidak hanya disebabkan oleh faktor fertilitas atau kelahiran tetapi juga karena migrasi penduduk dari berbagai daerah di Indonesia.

Menurut survei Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor tahun 2021, jumlah penduduk Kabupaten Bogor sebanyak 5.489.536 jiwa, dengan rincian sebagai berikut :

 

No

 

Beradasarkan Usia

 

Jenis Kelamin Laki-laki dan Perempuan

1. 0 s.d 19 Tahun 1.848.546
2. 20 s.d 39 Tahun 1.924.031
3. 40 – 59 Tahun 1.316.328
4. 60 > Tahun 400.631
Total 5.489.536

Sumber website : www.bogorkab.bps.go.id

Perkembangan populasi penduduk di Kabupaten Bogor yang cukup besar harus dikendalikan agar tumbuh secara seimbang. Salah satu upaya pengendalian itu dapat dilakukan melalui pelaksanaan program KB.

Pemerintah Kabupaten Bogor harus melakukan pengelolaan program KB secara optimal. Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) sebagai lembaga teknis daerah yang bertanggung jawab dalam pengelolaan program KB harus melakukan upaya maksimal untuk meningkatkan capaian peserta KB. DP3AP2KB Kabupaten Bogor perlu melakukan terobosan-terobosan baru untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan Program KB di masyarakat yang belum optimal. Diantara tugas berat DP3AP2KB Kabupaten Bogor beserta jajaran dan petugas lini lapangan (Penyuluh KB/Tenaga Penggerak Desa) adalah merubah pola pikir sebagian masyarakat yang masih beranggapan bahwa banyak anak banyak rezeki. Padahal merawat dan membesarkan anak membutuhkan biaya yang tidak sedikit, terutama untuk pendidikan dan kebutuhan tumbuh kembangnya di masa mendatang. Ketidakmampuan orang tua untuk membiayai anak-anaknya akan menimbulkan berbagai permasalahan termasuk kemiskinan.

Selain merubah pola pikir masyarakat, upaya lain yang harus dilakukan DP3AP2KB Kabupaten Bogor adalah meningkatkan kualitas pelayanan KB. Pelayanan yang mudah, aman, dan nyaman akan berkontribusi pada peningkatan angka partisipasi ber-KB. Oleh karena itu, DP3AP2KB Kabupaten Bogor perlu mendorong partisipasi seluruh Stakeholder untuk mempermudah pelayanan KB di lingkungan masyarakat. Dengan demikian, diharapkan keikutsertaan masyarakat dalam program KB semakin meningkat.

Keberhasilan program KB tergantung pada tingkat partisipasi masyarakat untuk mensukseskan program tersebut. Peran aktif masyarakat sangat penting artinya bagi kelancaran keberhasilan program dan tercapainya tujuan KB. Oleh karena itu, dalam melaksanakan program KB, pemerintah perlu memperhatikan dari segi manusianya, yaitu dengan memberikan pelayanan yang prima dan berkualitas.

Dalam rangka mengukur kualitas pelayanan KB di Kabupaten Bogor, maka peneliti memberanikan diri untuk melakukan survei ini. Dengan harapan laporan penelitian ini akan menjadi acuan atau bahan masukan bagi instansi terkait dalam mengelola program KB agar partisipasi masyarakat semakin meningkat di masa mendatang. Dengan demikian, tujuan program KB untuk mewujudkan keluarga kecil, bahagia, dan sejahtera dapat tercapai secara maksimal.


Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

  1. Apakah jenis obat/alat kontrasepsi yang paling banyak digunakan oleh akseptor KB di Kabupaten Bogor?
  2. Apakah akseptor memperoleh pelayanan yang maksimal saat mengikuti program KB?
  3. Apakah akseptor memperoleh penjelasan yang lengkap dan utuh tentang alat kontrasepsi yang digunakannya?
  4. Apakah akseptor mendapat pendampingan dari petugas KB seperti PPKBD/Sub PPKBD atau PKB selama pelayanan KB?
  5. Apakah akseptor memperoleh kunjungan ulang setelah pelayanan KB?
  6. Apakah akseptor nyaman dengan alat kontrasepsi yang digunakannya?

Apakah akseptor mudah dalam berkonsultasi jika ada keluhan setelah pelayanan KB?


Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan kuisioner melalui google form yang dikirimkan kepada responden secara online melalui smartphone. Kuisioner berisi pertanyaan tertutup untuk memperoleh gambaran tentang tingkat kepuasaan akseptor dalam memperoleh pelayanan KB di Kabupaten Bogor.


Obyek Penelitian

Obyek penelitian ini adalah akseptor KB pada bulan Januari-Juni tahun 2022 sebanyak 100 orang yang yang tersebar di berbagai kecamatan di Kabupaten Bogor. Responden mewakili karakteristik masyarakat Kabupaten Bogor yang tinggal di wilayah pedesaan dan perkotaan. Adapun untuk wilayah perkotaan, responden berasal dari Kecamatan Cibinong dan Kecamatan Bojonggede. Sementara untuk mewakili wilayah pedesaan, responden berasal dari Kecamatan Cibungbulang, Kecamatan Jonggol, dan Kecamatan Cigudeg. Responden terdiri dari akseptor dengan berbagai macam alat kotrasepsi, seperti Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) seperti MOW, IUD, dan Implan, serta non MKJP seperti suntik dan pil.


Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di dua lokasi di Kabupaten Bogor, yang mencerminkan karakteristik wilayah pedesaan dan perkotaan. Untuk wilayah perkotaan terdiri dari dua kecamatan yaitu Kecamatan Cibinong dan Kecamatan Bojonggede. Sementara untuk wilayah pedesaan terdiri dari Kecamatan Cibungbulang, Kecamatan Cigudeg, dan Kecamatan Jonggol. Dipilihnya dua karakteristik wilayah ini, selain karena aksesnya yang mudah bagi peneliti, juga karena keduanya menggambarkan karakterik dan budaya masyarakat Kabupaten Bogor yang sebagian sudah bernuansa perkotaan, sedangkan sebagian lainnya masih kental dengan suasana pedesaan dengan segala nilai-nilai budaya yang dianutnya.


Kegunaan Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa kegunaan, yaitu:

  1. Sebagai sumber data untuk menggambarkan jenis alat kontrasepsi yang digunakan oleh akseptor di Kabupaten Bogor.
  2. Sebagai evaluasi bagi pemangku kebijakan untuk peningkatan kualitas pelayanan KB di masa yang akan datang.
  3. Dalam rangka memperoleh gambaran umum tentang kualitas pelayanan KB di Kabupaten Bogor agar di masa mendatang dapat ditingkatkan menjadi lebih baik.
  4. Dalam rangka mengukur sejauh mana petugas lini lapangan beserta instansi terkait telah melakukan pelayanan yang prima dalam pengelolaan program KB.
  5. Sebagai evaluasi terhadap pelayanan KB yang selama ini telah berlangsung agar dapat diperbaiki untuk meningkatkan capaian akseptor KB.

Sebagai evaluasi terhadap kemampuan petugas lini lapangan dan instansi terkait dalam pelaksanaan pelayanan KB.


Hasil Penelitian dan Analisa Data 

1. Jenis Obat/Alat Kontrasepsi Yang Digunakan Oleh Akseptor

Berdasarkan hasil survei yang dilakukan, terlihat data yang menunjukan bahwa mayoritas akseptor KB di Kabupaten Bogor menggunakan suntik. Hal ini nampak dari jawaban responden yang menyatakan bahwa sebanyak 70% menggunakan suntik, 13% menggunakan IUD, 10% Metode Operasi Wanita (MOW), dan 7% menggunakan implan/susuk KB. Dalam pertanyaan ini peneliti tidak memberikan opsi jawaban pil dan kondom menimbang alat/obat kontrasepsi jenis ini tidak selalu harus diperoleh melalui pelayanan di Faskes atau tenaga medis. Kondom dan pil bisa diperoleh masyarakat secara bebas di supermarket. Kondisi ini menggambarkan bahwa sebagian besar akseptor lebih cenderung menggunakan metode jangka pendek ketimbang jangka panjang. Selain karena aksesnya yang lebih mudah, penggunaan suntik ternyata lebih memberikan rasa aman dan nyaman kepada masyarakat.

2. Faskes Pelayanan KB

Berdasarkan hasil survei, diperoleh data bahwa lokasi pelayanan KB tersebar secara hampir merata di berbagai jenis Faskes. Hal ini tampak dari jawaban akseptor ketika ditanyakan dimanakah mereka memperoleh pelayanan KB. Sebanyak 37% menyatakan mendapat pelayanan KB di Praktek Mandiri Bidan, 31% di Bidan Desa, 19% di Puskesmas, 9% di rumah sakit, dan 4% di Praktek Dokter. Data ini menggambarkan bahwa peran Praktek Bidan Mandiri memiliki peran yang signifikan dalam memberikan akses dan kemudahan pelayanan KB.

3. Sumber Informasi Pelayanan KB

Berdasarkan data survei yang diterima oleh peneliti, dapat dinyatakan bahwa peran penyuluh KB, Kader KB, dan Bidan sangat signifikan dalam mensosialisasikan pelayanan KB. Hal ini tampak dari jawaban responden ketika ditanyakan dari mana mereka memperoleh informasi pelayanan KB. Sebanyak 39% menyatakan mendapat informasi pelayanan KB dari penyuluh KB, 32% dari bidan, 22% dari kader, 6% dari dokter, dan 1% menjawab dari sumber lainnya.

4. Biaya Pelayanan KB

Dari sisi biaya, ditemukan bahwa mayoritas responden menyatakan bahwa mereka masih mengeluarkan biaya untuk memperoleh pelayanan KB. Kemungkinan biaya yang dikeluarkan ini merupakan jasa medis dan atau karena pelayanan dilakukan di Praktek Bidan/Klinik/RS yang tidak bekerjasama dengan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Hal ini tampak dari jawaban responden ketika ditanyakan apakah ada biaya yang dikeluarkan saat pelayanan KB. Sebanyak 62% menyatakan ada, dan 38% menyatakan tidak.

5. Konseling Alat Kontrasepsi Sebelum Pelayanan

Secara umum, akseptor di Kabupaten Bogor telah memperoleh penjelasan dan informasi tentang alat kontrasepsi yang akan mereka gunakan. Mereka telah mendapatkan konseling dari petugas sebelum memperoleh pelayanan KB. Hal ini tampak dari jawaban responden ketika ditanyakan apakah mereka memperoleh penjelasan dari kader atau petugas sebelum mendapatkan pelayanan KB. Sebanyak 97% menyatakan mendapat penjelasan, dan 3% menyatakan tidak.

6. Pendampingan Kader Selama Pelayanan

Pendampingan selama pelayanan merupakan salah satu upaya agar akseptor merasa nyaman dan aman. Menurut survei di Kabupaten Bogor, sebanyak 62% akseptor didampingi oleh kader atau petugas KB selama pelayanan, sementara sisanya sebesar 38% menyatakan tidak. Meskipun persentase yang didampingi masing tinggi, tapi angka yang tidak didampingi juga cukup signifikan. Hal ini mesti menjadi perhatian petugas pelayanan KB serta dinas dan instansi terkait agar pendampingan pada akseptor dapat dilakukan secara maksimal, khususnya bagi yang menggunakan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) seperti MOW, IUD, dan Implan.

7. Konseling Pasca Pelayanan

Berdasarkan hasil survei, mayoritas akseptor KB di Kabupaten Bogor telah mendapatkan konseling pasca pelayanan, baik yang dilakukan oleh kader, Penyuluh KB, maupun tenaga medis yang memberikan pelayanan. Konseling pasca pelayanan ini sangat penting dilakukan, agar akseptor memahami efek samping yang mungkin saja terjadi setelah pemakaian alat kontrasepsi. Dari 100 responden, sebanyak 84% menyatakan mendapatkan konseling pasca pelayanan baik dari kader, tenaga medis, maupun Penyuluh KB. Sementara sisanya, sebanyak 16% menyatakan tidak.

8. Kenyamanan Selama Memperoleh Pelayanan

Mayoritas akseptor KB di Kabupaten Bogor menyatakan memperoleh kenyamanan selama pelaksanaan pelayanan berlangsung. Hal ini tampak dari jawaban responden ketika ditanyakan apakah anda merasa nyaman selama pelayanan KB berlangsung. Sebanyak 98% menyatakan nyaman, sedangkan sisanya 2% menyatakan tidak nyaman. Meski mayoritas menyatakan nyaman, namun petugas lini lapangan dan instansi terkait tetap harus memperhatikan aspek kelayakan ruangan, keramahan tenaga medis, serta terjaganya privasi akseptor selama pelayanan berlangsung.

9. Kunjungan Rumah Pasca Pelayanan

Kunjungan rumah pasca pelayanan merupakan bagian dari mekanisme kerja petugas lini lapangan KB. Namun, menurut survei di Kabupaten Bogor, ternyata ditemukan data bahwa mayoritas akseptor tidak mendapatkan kunjungan ulang pasca pelayanan dari kader KB atau petugas lainnya. Hal ini tampak dari jawaban responden ketika ditanyakan apakah anda mendapat kunjungan oleh kader setelah pelayanan. Sebanyak 54% menyatakan tidak, sedangkan sisanya 46% menyatakan iya. Kondisi ini harus menjadi perhatian petugas lini lapangan serta instansi terkait agar menekankan kembali kepada petugas tentang pentingnya kunjungan ulang pada akseptor KB.

10. Ketenangan Setelah Pelayanan KB

Salah satu persoalan yang sering dialami oleh Pasangan Usia Subur (PUS) adalah rasa was-was akan terjadinya kehamilan jika belum menggunakan alat kontrasepsi. Situasi ini acapkali membuat hubungan suami istri menjadi tidak nyaman. Menurut survei yang dilakukan di Kabupaten Bogor, ditemukan data bahwa mayoritas akseptor merasa lebih nyaman dalam berhubungan suami istri setelah memperoleh pelayanan KB. Hal ini karena mereka tidak merasa khawatir lagi akan terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan. Dari 100 responden, sebanyak 98% menyatakan merasa nyaman setelah pelayanan KB, sedangkan sisanya 2% menyatakan tidak.

11. Kontrol Ulang Pasca Pelayanan

Mayoritas akseptor KB di Kabupaten Bogor melakukan kontrol ulang ke Faskes setelah pelayanan KB. Hal ini tampak dari jawaban responden yang menyatakan bahwa sebanyak 64% melakukan kontrol ulang pasca pelayanan, sedangkan sisanya sebanyak 36% menyatakan tidak. Masih tingginya yang menyatakan tidak melakukan kontrol ulang harus menjadi perhatian bagi petugas lini lapangan KB. Para akseptor harus diedukasi tentang pentingnya kontrol ulang pasca pelayanan, untuk mengantisipasi jika ada keluhan setelah mendapatkan pelayanan di Faskes.

12. Tingkat Kepuasan Dengan Alat Kontrasepsi Yang Digunakan

Dari sisi jenis alat kontrasepsi yang digunakan, mayoritas akseptor di Kabupaten Bogor menyatakan puas dengan yang mereka pakai. Hal ini tampak dari jawaban responden yang sebanyak 98% menyatakan puas dengan alkon yang mereka gunakan, sedangkan sisanya sebanyak 2% menyatakan tidak puas. Akan tetapi, meski tingkat kepuasan terhadap jenis alkon yang digunakan sangat tinggi, namun mayoritas akseptor di Kabupaten Bogor masih menggunakan non MKJP, yaitu suntik. Kondisi ini harus menjadi perhatian petugas lini lapangan dan instansi terkait agar meningkatkan edukasi kepada masyarakat sehingga mereka mau menggunakan alat kontrasepsi jangka panjang seperti Metode Operasi Wanita (MOW), IUD, dan Implan.


Kesimpulan dan Saran

 1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian sebagaimana yang telah dipaparkan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

  1. Mayoritas akseptor di Kabupaten Bogor masih menggunakan non MKJP, yaitu suntik.
  2. Terjadinya persebaran secara hampir merata Faskes yang menjadi lokasi pelayanan bagi akseptor di Kabupaten Bogor. Pelayanan tidak hanya terkonsentrasi pada Faskes milik pemerintah, tetapi juga milik swasta.
  3. Mayoritas masyarakat masih mengeluarkan biaya untuk memperoleh pelayanan KB.
  4. Secara umum, Penyuluh KB, tenaga medis, dan kader telah memberikan penyuluhan dan konseling kepada akseptor baik sebelum maupun setelah pelayanan di Faskes.
  5. Secara rata-rata, tingkat kepuasan akseptor terhadap kualitas alat kontrasepsi yang mereka gunakan sangat tinggi di Kabupaten Bogor.
  6. Masih jarangnya kader KB melakukan kunjungan rumah pada akseptor setelah memperoleh pelayanan KB.

2. Saran

Dari kesimpulan penelitian sebagaimana yang telah dipaparkan di atas, maka peneliti menyampaikan beberapa saran berikut:

  1. Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kabupaten Bogor beserta segenap tenaga lini lapangan KB (PKB/TPD/PPKBD/Sub PPKBD) perlu meningkatkan sosialisasi dan edukasi mengenai kelebihan penggunaan MKJP ketimbang non MKJP, karena mayoritas akseptor di Kabupaten Bogor masih menggunakan non MKJP, terutama suntik.
  2. Perlu dilakukan kerjasama yang lebih luas dengan Faskes swasta untuk menjangkau pelayanan yang lebih luas kepada calon akseptor. Hal ini karena ditemukan data dan fakta bahwa pilihan masyarakat Kabupaten Bogor untuk memproleh pelayanan KB tersebar secara merata, baik pada Faskes milik pemerintah maupun milik sawsta.
  3. Perlu penekanan kepada petugas lini lapangan agar melakukan kunjungan ulang kepada akseptor yang telah memperoleh pelayanan KB, terutama yang menggunakan MKJP. Hal ini diperlukan agar akseptor memperoleh penanganan segera jika ada keluhan.

Daftar Pustaka

Khairunnas, dkk. 2021. Pendidikan Kependudukan dan Keluarga Berencana. Duta Media. Yogyakarta.

Khairunnas. 2020. Panduan Konseling Pranikah Menyiapkan Generasi Emas. BKKBN. Jakarta.

Lembaga Demografi FEB Universitas Indonesia. 2016. Mozaik Demografi. Jakarta.

Rusli, Said. 2014. Pengantar Ilmu Kependudukan. LP3ES. Jakarta.

www.bogorkab.bps.go.id